Kamis, 05 November 2009

Ketika Melati Jatuh Hati Pada Pangeran Kumbang

“Melati…”

Kupersembahkan senyum terindah ku untuk pertemuan pertama kita. Kau balas dengan senyum andalan mu, seketika menebus selaput-selaput bola mata ku siap menuju retina dan menjalar dalam syaraf tubuhku hingga kemudian mendarat pada hati ku. Perkenalan yg meninggalkan goresan-goresan lembut seperti lukisan pada batik sutra, begitu indah dan warna emas nya akan berkilauan ketika cahaya memaksa pantul nya pada sang batik. Pangeran kumbang ku, kita masih terpaku dalam diam. Tapi dalam diam, aku mulai merangkai kata seakan kita mampu berdiskusi dlm kebisuan ato mungkin hati kita yg sedang berdiskusi menembus batas-batas yg di nilai ekstrem.

“Apa impian mu melati?” kumbang ku memulai kata. “Impian ku kini adalah kamu” tersipu melati menjawabnya. Wah indahnya ketika sedang jatuh cinta, langit pun benderang siap memancarkan panah-panah asmara nya. Waktu pun jd beranjak singkat, hingga akhirnya Kumbang ku pamit untuk kembali pada istana peraduan nya. Saat pamit kumbang ku berkata “Tunggu aku di setiap sore mu, karena aku akan selalu hadir untuk menghiasi senyum mu Melati ku”.


Melati hutan yg mulai merekah kini sedang jatuh cinta, seakan semua menjadi mudah, terbawa dalam lamunan hingga hadir dlm mimpi-mimpi malam nya. Selalu tak sabar Melati menunggu saat pertemuan, maka di bunuhnya waktu dgn bercerita ke setiap yg hinggap pada nya, seakan tak ada lelah mulut itu bercerita. Hari ini Melati bercerita pada sang lebah sahabat nya “lebah kl kau merasakan tatapan nya yg hangat, pasti kau pun terbuai oleh nya...seperti aku”. Sambil mengisap sari pati madu bunga-bunga, Sang lebah tersenyum mencoba memahami hati Melati. Cerita demi cerita mengalir begitu deras dari mulut munggil nya, bagai aliran sungai yg lama tersekap dlm bendungan dan kini terlepas. “Melati, aku hanya pekerja. Tugas ku hanya mengumpulkan sari pati bunga sebanyak yg aku mampu. Itulah arti cinta yang aku tau” terpaku Melati mencoba memahami perkataan lebah sahabatnya, Sang Lebah jarang berkata tp sering kali perkatanya solusi setiap masalah ku.


Hari ini Sang Kumbang datang menggunakan baju kebangsaan nya, mahkota kecil tertata rapi di kepala nya, kemilauan ketika bertabrakan dgn sinar-sinar sore yg kemerahan. “Ah tampan nya pangeran kumbang ku, sungguh beruntung Melati liar seperti ku menjadi pelabuhan hati mu” berdesir suara hati ku. Sang kumbang penuhi hati ku dengan pujian nya “Kau semakin suci, seputih warna Melati Putih. Kau juga semakin semerbak, sewangi harum Melati Putih”. Aku tersipu, itulah aku si melati hutan yg sedang merekah.


Hari telah berganti bulan demi bulan. Kumbang ku selalu rutin mengunjungi ku, walau kadang sekali dua kau terpaksa melanggar janji mu, tp aku paham karena alasan mu memang berlogika. “Aku calon Raja, kini ayah Raja ku sering sakit-sakitan krn nya Aku harus siap menggantikan acara keNegaraan setiap waktu”. Argumen sekali waktu kala Sang Kumbang harus mangkir dari rutinitas pertemuan kita. Memang selalu indah bersama mu, aku semakin yakin dengan jalan ku. Kan ku rajut hari selalu bersama mu, membuat nya menjadi indah seperti pakaian dan menjadi kan hangat seperti nya di musim panas.


Sore ini Jadwal kunjungan mu kembali. Senyum mu yg menawan telah menghias ketika aku mulai merekahkan kuncupku. Desiran listrik bervoltase rendah kembali menyetrum syaraf ku. Hari ini kau beda, Sang Kumbang begitu banyak bercerita seakan tak mau satu detik pun hilang bersama angin musim barat laut. Sang kumbang bercerita ttg pengalaman-pengalaman nya terkadang mendebarkan, terkadang mengharukan, dan terkadang membuat tawa. Di penghujung waktu pertemuan kita kau menjadi semakin beda, Sang Kumbang tertegun dan diam. Ku coba selidiki beban apa yg sedang kau pikul “Duka apa yg sedang berselimut di hati mu Sang Kumbang? Biar lah berbagi dengan ku bila kau mau”.

“Melati ku, kau pasti tau betapa aku mencintai mu dgn segenap jiwa ku. Tapi perlu kau tau, Ayah Raja ku kini sudah sangat renta. Lelah nya sudah tertahan kini meluap keluar krn setiap nafas nya adalah pengabdian untuk bangsa nya” Sang Kumbang berhenti sesaat.

“Dan sudah saat nya aku mengambil semua beban nya, menggantikan nya menjadi Raja dan menyerahkan semua hidup adalah harapan untuk bangsa nya. Harus kau tau Melati, seorang raja harus berdampingan dgn seorang Ratu. Berbagi tugas kerajaan berdua. Dan melahirkan raja-raja baru untuk masa yg akan datang. Ini mungkin menyakitkan mu Melati, karena seorang Ratu harus lah sebangsa nya.”. “Melati, cinta ku untuk mu tetap tertata rapi di singgasana hati ku. Tapi aku lah seorang Raja yg waktu nya adalah hidup Rakyat ku. Kini ku sebut itu cinta Melati” perkataan yg disusun dgn sangat hati-hati terus meluncur dari bibir Sang Kumbang. Aku sudah tak bisa menangkap kata demi kata itu. Cinta ku berhamburan seperti meteor yg meledak di angkasa luar, hanya serpihannya yg sampai ke Bumi.


Setelah kejadian itu, tak pernah nampak Sang Kumbang berkeliaran. Terakhir kudengar Istana Kumbang menggelar pesta penyambutan Ratu Kumbang yang baru, tentu dari bangsa nya krn itulah hukum alami yg dulu berusaha kami tentang. Melati hutan yang sedang merekah itu kini berduka, tangis membasahi kelopak nya yg mulai tak segar. Tangis itu tak segera reda, pun ketika sang Lebah sahabatnya datang untuk menghisap sari pati. “Lebah, tidak kah kau merasa dunia sudah tak adil buat ku. Apa salah ku menjadi seorang Melati?” Melati hilang kontrol, bagai pusaran air yg menghisap nya hingga terperangkap. “Melati, aku hanya pekerja. Tugas ku hanya mengumpulkan sari pati bunga sebanyak yg aku mampu. Itulah arti cinta yang aku tau” Sang Lebah merayap mendekat. “Dulu pun aku pernah tergoda dgn Seorang Lebah Tampan, ku coba terjang penghalang yg ada. Tapi akhirnya aku sadar, ketika semua melakukan hal yg sama seperti yang ku pikirkan maka siapa yg akan mencari sari pati bunga. Siapa yg menyelamatkan bangsa ku ketika musin penghujan datang. Itulah cinta melati, PENGORBANAN”.


Terpaku aku dalam lamunan, Sang Kumbang telah memberikan Pengorbanan karena Rakyat nya lah arti cinta yg sesungguhnya. Sementara aku, menagisi PENGORBANAN Sang Kumbang ku. Hembusan angin sore menerpa tangkai ku, ku sekat tetes terakhir air mata ku, tak ingin lagi aku menangisi Pengorbanan mu. Karena Cinta adalah Pengorbanan.